Siapa yang pernah bepergian? Hampir semua orang tentunya pernah bepergian, ada yang bepergian di dalam kota, luar kota, luar pulau, bahkan ke luar negri. Ya, bepergian atau travelling merupakan hal yang menarik, apalagi bila bepergian tersebut dalam rangka tujuan wisata, ke luar negri pula, tentunya akan menjadi sangat menyenangkan.
Menurut sebuah survey berdasarkan WHO, dikatakan bahwa pada tahun 2007 lalu ada 903 juta orang yang bepergian ke luar dari negaranya masing – masing. Untuk sarana transportasinya, 47 % memilih menggunakan pesawat udara (air transport), sedangkan sisanya lebih memilih menggunakan surface transport seperti jalan darat, kereta api, dan juga dengan menggunakan kapal. Motivasinya pun berbeda – beda, 51% travellers melakukan perjalanan dalam rangka berekreasi dan berlibur, 15% lainnya dalam rangka urusan bisnis, sedangkan sisanya (27%) tergolong dalam tujuan lain (other purposes) seperti perjalanan haji atau perjalanan rohani, berkunjung ke tempat saudara atau kerabat, dan melakukan pengobatan.
Saking menarik dan menyenangkannya, seseorang yang hendak bepergian ke luar negri pastilah sibuk mempersiapkan barang – barang bawaan seperti baju – baju, kamera, dokumen perjalanan, uang / traveller’s check, tiket, dan juga mencari informasi tentang daerah tujuan mengenai hotel dan transportasi misalnya. Apakah hal tersebut salah? Tentu saja tidak. Akan tetapi, kebanyakan orang justru lupa untuk mencari tahu tentang informasi penyakit dan kesehatan saat bepergian.
Sebenarnya, ketika mencari bahan referensi untuk posting ini melalui web WHO (World Health Organization) dan juga CDC (Center for Disease Control and Prevention), saya lebih banyak menemukan bagian yang menggaris bawahi travelling dari negara maju (developed countries) ke negara berkembang (developing countries).
Ya, kedua institusi kesehatan internasional tersebut lebih banyak menyorot soal penyakit menular yang banyak terjadi di negara berkembang, sehingga mungkin saja didapat oleh para travellers dari negara maju yang berwisata ke negara berkembang. Berbagai macam penyakit tersebut antara lain: hepatitis A, demam tifus, malaria, demam berdarah, bakteri meningococcal yang menyerang selaput pembungkus otak (meninges) dan masih banyak lagi penyakit lainnya.
Untuk mengantisipasinya, pertama – tama kita perlu tahu, mengenai metode penularan penyakit tersebut. Berikut akan saya paparkan beberapa contoh mengenai penyakit yang sering terjadi dalam travelling medicine dan cara penularan dan penyebarannya dengan melalui:
- makanan dan air : diare, hepatitis A, tifus, kolera
- vektor : malaria, demam berdarah, chikungunya
- binatang : rabies, leptospirosis (kencing tikus)
- darah : hepatitis B dan C, HIV AIDS
- udara : SARS, Tuberkulosis, cacar air, campak
- tanah : anthrax, tetanus, penyakit cacingan (ascariasis)
- hubungan seksual : HIV/AIDS, hepatitis B, raja singa, sifilis
Selanjutnya, anda juga perlu mencari tahu akan adanya vaksin yang dapat mencegah penyakit tersebut atau tidak; mengingat tidak semua penyakit dapat dicegah melalui vaksinasi. Sebut saja penyakit yang menular melalui hubungan seksual seperti HIV/AIDS. Tidak ada vaksin untuk penyakit ini, begitu juga dengan penyakit dengan vektor tertentu seperti demam berdarah/ dengue fever yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegepty.
Lalu, muncullah pertanyaan baru, bagaimana dengan penyakit yang tidak ada vaksinnya? Jalan untuk mencegah terkena penyakit ini adalah dengan memperhatikan bagaimana metode penularan atau penyebarannya, misalnya saja dengan menjaga kebersihan makanan dan minuman kita, rajin mencuci tangan, mengoleskan obat anti nyamuk apabila hendak bepergian ke dalam hutan untuk outbond atau hiking misalnya, dan juga dengan menggunakan masker pelindung.
Akan tetapi, perlu kita ketahui pula, bahwa penyakit tidak hanya datang dari luar. Ada pula kondisi tertentu yang membuat seorang travellers menjadi rawan sakit saat bepergian. Misalnya saja bagi kelompok orang dengan usia extreme,sangat tua atau sangat muda; bagi ibu yang sedang hamil; atau orang – orang yang memiliki riwayat penyakit tertentu yang sudah ada sejak sebelum bepergian seperti penyakit jantung, hepatitis, gangguan pernapasan, darah tinggi, diabetes dan juga penyakit kronis lainnya.
Selain itu, terdapat pula berbagai macam faktor yang mempengaruhi resiko sakit saat bepergian seperti negara tujuan, durasi dan musim saat bepergian, tujuan perjalanan, standar akomodasi dan kebersihan makanan di daerah tujuan, dan juga dari kebiasaan dan perilaku traveller sendiri.Sebagai contoh, seorang jemaah haji yang hendak beribadah di tanah suci, mungkin akan menghadapi beberapa penyesuaian terhadap siklus tidur (akibat jet lag setelah menempuh perjalanan jauh dan melintasi beberapa zona waktu), panas dan dinginnya iklim gurun, dan juga tinggal dalam lingkungan yang padat dengan orang – orang sesama jamaah haji sehingga rawan tertular penyakit infeksi seperti meningitis (radang selaput otak), sehingga sebelum keberangkatan para jamaah haji perlu melakukan pengecekan kesehatan dan juga vaksinasi.
Untuk itu, sebelum bepergian, sebaiknya kita mulai memeriksakan kesehatan kita terlebih dahulu, dengan berkonsultasi ke dokter, dengan demikian kita dapat mengetahui hal – hal apa yang perlu kita persiapkan. Jangan lupa siapkan pula obat – obatan yang sering digunakan.
Kesehatan dalam travel medicine sesungguhnya menjadi tanggung jawab bersama. Tanggung jawab antara travellers, penyedia pelayanan kesehatan, dan juga biro atau agen perjalanan. Akan tetapi kunci yang paling penting ada di tangan travellers sendiri. Jadi? Jangan ambil resiko, bepergianlah dengan aman, nyaman, dan sehat. :)
Sumber:
- WHO. International Travel and Health. http://www.who.int/ith/chapters/en/index.html
- Center for Disease Control adn Prevention. Travel Medicine. www.cdc.gov/travel
- Travel Medicine. http://www.medicinenet.com/travel_medicine
- Lecture note on Travel Medicine by dr. Tri Wibawa, PhD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar