Jumat, 26 November 2010

Beretika dalam Bencana


Ketika ada bencana, sebut saja bencana yang belum lama ini terjadi, bencana banjir di Wasior Papua, kemudian bencana gempa dan tsunami di Mentawai, ditambah lagi meletusnya Gunung Merapi, apa kah yang ada di benak anda?

Kebanyakan orang mungkin akan merasa iba, lalu muncullah rasa empati yang membuat hati tergerak untuk mengulurkan bantuan. Namun tidak semua orang mampu menunjukkan rasa empati yang semestinya, ada pula yang beranggapan bahwa bencana merupakan hukuman atau azab dari Tuhan, atau bahkan menyalahkan korban sendiri yang tidak mau mengungsi ketika sudah diperingatkan atau tetap saja tinggal dalam kawasan rawan/ potensial bencana, atau ada pula yang malah datang ke tempat wisata bukan untuk membantu, tapi untuk berwisata.


Tidak dipungkiri pula, kadang isu politik ekonomi pun turut serta ambil bagian dalam bencana. Bantuan – bantuan dikirim dengan mengatasnamakan partai atau perusahaan tertentu, dengan harapan media masa mau meliput dan dengan demikian mereka dapat beriklan gratis melalui bencana tersebut. Ya, dengan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.

Hal ini lantas memancing timbulnya suatu pertanyaan baru, adakah prinsip etika dalam bencana?  Tentunya ada. Salah satu lembaga yang memberikan panduan yang cukup lengkap tentang konsep etika ini adalah International Federation of  Red Cross and Red Cressent Societies. Melalui sebuah deklarasi yang dicetuskan di Wina, Austria pada tahun 1965, disampaikan 7 prinsip dasar yang menjadi landasan kegiatan kemanusian Palang Merah dan Bulan Sabit Merah yaitu:

  1. Humanity (Kemanusiaan). Segala tindakan kemanusiaan didasarkan atas keinginan untuk membantu, tanpa disertai adanya diskriminasi dalam bentuk apapun. Tindakan yang dilakukan harus didasarkan pada kerja sama, persahabatan, serta pemahaman mutualis (mutual understanding)
  2. Impartiality (Tidak memihak). Sifat seperti ini, diperlukan untuk menghilangkan adanya diskrimanitas terhadap kebangsaan, ras, agama, dan status sosial ekonomi. Bantuan diberikan kepada siapa saja yang membutuhkan secara adil dan bijaksana.
  3. Neutrality (Netralitas). Yang dimaksud dengan netralitas di sini adalah setiap kegiatan atau tindakan tertentu tidak boleh bertentangan atau menimbulkan kontrovensi dan juga merugikan pihak – pihak tertentu.
  4. Independence (Kemandirian). Prinsip ini diterapkan ketika  suatu bantuan diberikan dari suatu negara terhadap negara lain. Bantuan harus bersifat independence, dalam artian menghormati autonomi setiap negara penerima bantuannya untuk bertindak di kemudian hari tanpa intervensi dari luar.
  5. Voluntary Service (Pelayanan Sukarela). Pelayanan yang diberikan bersifat suka rela, dan tidak mengharapkan adanya imbalan.
  6. Unity (Persatuan). Setiap organisasi kemanusiaan di suatu negara dapat bergabung dengan organisasi kemanusiaan di negara lain dalam memberikan dan mengkoordinasikan bantuan bersama
  7. Universality (Universalitas). Setiap organisasi kemanusiaan memiliki tanggung jawab yang setara untuk saling membantu satu sama lain.


Tidak hanya sampai di situ saja, pada tahun 1994, International Committee of the Red Cross (ICRC) kembali mengeluarkan Code of Conduct for the International Red Cross and Red Crescent Movement and NGOs in Disaster Relief atau Prinsip-prinsip Perilaku untuk Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah serta LSM dalam periode Tanggap Bencana sebagai berikut:
  1. Imperatif kemanusiaan yang lebih dulu diutamakan.
  2. Bantuan diberikan terlepas dari keyakinan, ras atau kebangsaan dari penerima dan tanpa pembedaan merugikan apapun. Prioritas bantuan dihitung berdasarkan kebutuhan saja.
  3. Bantuan tidak akan digunakan untuk lebih sudut pandang politik atau agama tertentu.
  4. Berusaha untuk tidak bertindak sebagai alat kebijakan pemerintah asing.
  5. Menghargai budaya dan adat istiadat.
  6. Berusaha untuk membangun respon bencana pada kapasitas lokal.
  7. Cara harus ditemukan untuk melibatkan penerima manfaat program dalam pengelolaan bantuan.
  8. Bantuan darurat harus berusaha mengurangi kerentanan di masa datang serta memenuhi kebutuhan dasar.
  9. Berusaha untuk tetap bertanggung jawab dalam menyalurkan bantuan, baik dalam menerima bantuan dari pihak donatur maupun dalam meberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan.
  10. Dalam pemberitaan, publisitas, dan kegiatan periklanan, harus mengakui korban bencana sebagai manusia yang bermartabat, bukan obyek yang  putus asa (hopeless object).

Prinsip – prinsip di atas, kembali menegaskan bahwa dalam memberikan bantuan, bantuan tersebut memang harus ditujukan kepada mereka yang membutuhkan, tanpa adanya pengambilan keuntungan oleh pihak tertentu. Selain itu, bantuan yang diberikan juga harus melibatkan masyarakat lokal, karena dengan melibatkan pihak masyarakat sendiri, sifat bantuan dapat lebih berkelanjutan, sehingga ketika intervensi dari pihak luar dihentikan, kelompok masyarakat masih dapat bertahan (survive).

Saya yakin bahwa masih banyak prinsip – prinsip etika dalam bencana yang lain, namun, organisasi internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah telah memberikan contoh yang cukup jelas bagi kita tentang bagaimana beretika dalam bencana. Semoga bagi siapa saja yang membaca artikel ini semakin menyadari bahwa kegiatan kemanusiaan tidak dapat dicampur adukkan dengan motif- motif lain, apalagi motif yang hanya menguntungkan pihak tertentu. 


Sumber:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar