Kamis, 09 Desember 2010

Sick Building Syndrome




Kuliah tentang Environmental Medicine yang disampaikan oleh Prof.dr. Hari Kusnanto baru – baru ini membuat saya kembali teringat akan pentingnya pengaruh factor lingkungan dalam kesehatan kita. Bagaimana tidak? Sadarkah kita akan paparan (exposure) apa sajakah yang kita dapatkan dari lingkungan sekitar kita?

Sebagian orang boleh saja berargumen bahwa dirinya tidak pernah terpapar zat – zat berbahaya yang ada di lingkungan sekitarnya. Saya beri contoh, katakanlah ada seorang eksekutif muda, setiap harinya dia naik mobil ber AC ke kantor, kantornya bersih, tiap hari ada cleaning service yang selalu membersihkan ruangannya, saat makan siang tiba, dia memilih pulang ke rumah karena istrinya sudah memasakkan makanan untuknya. Dia cukup jarang beli makan di luar, kecuali ketika week end, dia dan keluarga pergi makan malam, itupun di restoran terkenal dan mahal yang sudah tentu higienis. Dia juga selalu tampil rapi dan bersih, selalu mencuci tangan sebelum makan dengan antiseptic. Nah, sekarang pertanyaannya, cukupkah itu semua? Apakah dengan hal – hal di atas dapat menjamin si eksekutif muda terhindar dari paparan zat – zat berbahaya?

Rasanya sangat sulit sekali kalau seseorang dapat terhindar 100% dari paparan zat – zat yang berbahaya yang berasal dari lingkungan. Mengapa? Karena zat – zat tersebut ada di mana – mana. Mungkin benar, si eksekutif muda tersebut telah terhindar dari polusi udara dan juga penyakit infeksi pencernaan seperti tifus atau hepatitis A yang menular melalui makanan yang kotor. Tapi dia tidak bisa lepas dari paparan zat tertentu. Sebut saja dengan apa yang dinamakan dengan Sick Building Syndrome.

Apakah sick building syndrome itu? Sebenarnya, sick building syndrome (SBS) merupakan kumpulan gejala (syndrome) yang umumnya terjadi pada para pekerja kantoran yang banyak menghabiskan waktunya di dalam ruangan tertutup (indoor). Gejala yang dialami dapat bervariasi antara satu orang dengan yang lain. Gejala dalam SBS dapat meliputi : gejala flu (flu like symptoms) iritasi pada mata, hidung, tenggorokan, batuk kering, kulit kering dan gatal, rasa mual, pusing, sulit berkonsentrasi dan juga cepat lelah. Dan satu hal yang cukup khas dari SBS ini, adalah bahwa semua gejala di atas dapat segera berkurang atau bahkan hilang setelah seseorang keluar dari ruangan.

Mengapa SBS dapat terjadi? Sesungguhnya tidak ada penyebab spesifik, karena SBS dapat terjadi sebagai hasil dari kombinasi faktor faktor di dalamnya seperti : kurangnya pencahayaan dalam ruangan, kurangnya perputaran udara, faktor kelembaban udara, belum lagi dari kotoran atau polusi yang terjebak dalam ruangan  yang sebenarnya juga berasal dari para pekerja sendiri yang sering keluar masuk gedung. Bayangkan, ketika dalam satu ruangan tertutup di mana faktor pencahayaan alami (dari sinar matahari) kurang terdapat satu orang yang terkena flu dan batuk, tentu penularannya akan lebih cepat dibandingkan dengan di ruang terbuka yang pencahayaan alaminya baik.

Selain faktor di atas, ada juga faktor lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu kontaminasi dari zat – zat kimia dan biologis. Kontaminasi zat kimia sendiri terbagi atas dua kelompok sebagai berikut :
  • Chemical contaminants from outdoor sources (Kontaminasi Kimia dari luar ruangan)
    • Contoh yang paling mudah adalah pollutant yang berasal dari knalpot kendaraan bermotor. Kebanyakan gedung perkantoran pastilah memiliki area parkir, entah itu basement atau area parkir bertingkat yang masih merupakan bagian dari bangunan tersebut. Asap – asap kendaraan bermotor tersebut dapat masuk melalui celah – celah ventilasi, jendela, dan juga pintu. Sayangnya, setelah masuk, asap ini tetapsaja terjebak di dalam ruangan dan dapat menimbulkan polusi di dalam ruangan.
  • Chemical Contaminants from Indoor Sources (Kontaminasi Kimia dari Dalam Ruangan)
    • Kebanyakan polusi di dalam ruangan ini bersumber dari benda – benda yang ada di dalam gedung, mulai dari karpet, lem perekat wallpaper ruangan, mesin fotokpi, meja kursi atau lemari yang berasal dari kayu yang dipelitur, cat – cat dinding, asap dalam ruangan akibat penggunaan kompor, asap rokok, dan bahkan juga zat yang terdapat dalam pembersih ruangan (cleaning agents) yang mengandung Volatile Organic Compound yaitu zat – zat yang mudah menguap, termasuk di dalamnya formaldehyde.
Sedangkan untuk  kontaminasi biologis, dapat berasal dari bakteri, virus dan juga jamur. Mikrorrganisme ini dapat berkembang biak di air yang tidak mengalir, di tempat yang lembab, kurang pencahayaan dan kemudian terakumulasi di dalam karpet, saluran ventilasi, di sela – sela lantai dan juga langit – langit ruangan.


Bagaimana mengatasinya? Tentu saja tidaklah mudah dan tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Upaya – upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi SBS ini antara lain:
  • Menilai dan memperbaiki desain bangunan. Sebuah bangunan yang baik, haruslah memenuhi standard minimum HVAC, yang terdiri dari tiga komponen berupa heating (masalah temperature ruangan) , ventilating (ventilasi dan perputaran udara) , dan air conditioning (penggunaan pendingin ruangan). Selain itu memperbanyak ruang terbuka di area bangunan juga dapat menjadi solusi yang baik.
  • Menghilangkan atau memodifikasi sumber polusi. Hal ini dapat dilakukan dengan melarang para pekerja kantor untuk merokok di dalam ruangan atau dengan menyediakan ruangan khusus yang berventilasi untuk area merokok. Termasuk di dalamnya menggunakan pembersih udara yang dapat menyaring udara kotor menjadi udara bersih
  • Edukasi dan komunikasi. Hal ini merupakan hal yang paling penting yang perlu dimiliki oleh para pekerja kantoran. Ketika seseorang melihat ada yang tidak beres dengan ruangannya, misalnya atap yang bocor, atau pipa ventilasi yang bocor,maka seseorang ini wajib untuk segera melaporkan ke bagian Rumah Tangga, untuk segera ditindaklanjuti. Para pekerja juga dapat diedukasi dengan cara memanfaatkan waktu istirahat sebaik mungkin dengan keluar dari ruangan, sekedar berjalan – jalan atau menghirup udara di luar.
Walau bagaimanapun, memang tidaklah mudah untuk terhindar dari efek Sick Building Syndrome ini, namun setidaknya kita harus mencoba untuk mengurangi penyebab dan efek SBS ini dengan lebih peduli pada lingkungan di sekitar kita. 


Sumber

  • Lecture notes Environmental Medicine. Prof. dr. Hari Kusnanto.
  • Sick Building Syndrome. National Safety Council
  • Sick Building Syndrome. The Environmental Illness Resource. http://www.ei-resource.org/illness-information/related-conditions/sick-building-syndrome-(sbs)/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar