Senin, 01 November 2010

Bicara tentang audit klinis..


Bicara tentang  audit, jujur saja, saya semacam pernah dengar tentang hal itu sebelumnya, terutama hal tersebut memang lebih familiar di kalangan awam sebagai salah satu istilah dalam bidang ekonomi.  Akan tetapi, ternyata si “audit” ini tidak hanya dipakai dalam dunia ekonomi semata, dunia kesehatanpun turut eksis menggunakan istilah ini.

Perkenalkan, audit klinis namanya. Arti harafiah menurut National Institute for Clinical Excellennce menyebutkan bahwa audit klinis adalah sebuah proses untuk meningkatkan kualitas yang bertujuan untuk mengembangkan pelayanan terhadap pasien dan meningkatkan outcome melalui review sistematis terhadap kriteria eksplisit dan implementasi perubahan.  Wah, cukup panjang ya? Menurut pemahaman saya, secara sederhana, audit klinis ini dibuat untuk mengevaluasi apakah proses dan outcome dari suatu sistem telah berjalan sesuai standart atau belum. Tujuannya tentu saja bukan untuk menghakimi apalagi menyalahkan pelaku kesehatan, namun audit klinis ini lebih bertujuan dan berorientasi ke arah pengembangan mutu dan kualitas.

Untuk mau berkembang, modal dasar dan utamanya adalah menerima keadaan apa adanya, terbuka, dan juga jujur. Analoginya begini. Katakanlah bahwa saya adalah orang yang pernah berbuat kesalahan, tapi saya tidak pernah mengakui kesalahan saya dihadapan orang lain, lalu singkat cerita orang lain juga tidak tahu bahwa saya salah. Saya pun berpikir bahwa adalah tidak apa-apa bila mau berbuat salah, lalu lain kali kalau saya salah lagi ya tidak masalah. Nah, bagaimana saya mau berkembang?

Seperti yang sudah saya sampaikan di atas, untuk menilai diri sendiri dibutuhkan masukan dari orang lain. Begitu pula dengan audit klinis. Audit klinis ini hendaklah dilakukan oleh pihak yang independen dan nonblok atau tidak memihak, sekalipun pihak ini masih merupakan bagian dalam rumah sakit yang bersangkutan (Panitia Audit Klinis)

Ada enam langkah dalam menyusun audit klinis ini, yaitu:
 
Memilih topik untuk audit klinis (termasuk di dalamnya menciptakan latar belakang, tujuan, dan target)
    Tidak semua kegiatan klinis dapat di audit. Sederhana saja, karena audit klinis ini bertujuan untuk mengembangkan, maka topik yang dipilih pun biasanya adalah topik – topik yang banyak menimbulkan masalah, biaya, dan juga resiko namun masih dapat dilakukan perbaikan di masa mendatang. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah mengenai ketersediaan guideline yang bisa menjadi standart dalam pelaksanaan audit klinis.
    Pada bagian latar belakang ini perlu diuraikan mengapa topik audit klinis tersebut yang dipilih, bisa saja diuraikan tentang tingginya angka insidensi yang ada, sehingga perlu adanya pembenahan. Tujuan pun hendaknya di sampaikan dengan jelas, menurut Buttery, 1998, ada beberapa kata bantu yang dapat dipakai sebagai acuan dalam pembuatan tujuan, semisal : untuk meningkatkan,untuk mengubah, atau untuk menambah.

    Menciptakan kriteria
      Kriteria adalah sebuah bukti yang harus ada dan dapat membuktikan bahwa pelayanan optimal sudah dapat dicapai. Biasanya kriteria ini berarti 100% (harus ada) atau 0%(harus tidak ada). Yang paling sering, pembuatan kriteria ini berdasarkan proses. Contohnya, pada operasi caesar, nosokomial infection harus tidak ada. Apabila statement tersebut  dapat dipenuhi, maka itu berarti bahwa manajemen kasus  tersebut telah berhasil memenuhi kriteria yang ada dalam audit klinis.

       Mengumpulkan data
        Data dapat dikumpulkan dalam dua cara, yaitu retrospective dalam bentuk keterangan dalam rekam medis dan juga concurrent/ perspectiv yang dapat dilakukan dengan mengamati langsung proses pelayanan kesehatan.

        Menganalisa data
          Pada bagian ini dapat dilihat sejauh mana pelayanan kesehatan yang diaudit memenuhi standard kriteria, apakah dibawah standard, tepat, atau malah lebih baik dari standard. Lebih dari itu, yang paling utama dalam analisa data ini adalah menemukan penyebab dari kekurangan – kekurangan yang ada.

          Membuat perubahan

          Perubahan dapat dimulai dari perubahan tingkah laku dalam tiap individu pelaksana kesehatan. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Robertson pada tahun 1999, bahwa perilaku individu berubah melalui lima tahapan:
          ·         Prekontemplasi               : individu tidak memiliki keinginan untuk berubah
          ·         Kontemplasi                : perubahan terkait dengan kemungkinan di masa mendatang, individu mulai memikirkan adanya perubahan
          ·         Preparasi                             : individu membuat rencana secara eksplisit
          ·         Aksi                                        : perubahan terjadi
          ·         Maintenance                     : mempertahankan perubahan tersebut
          Ingat, disini pulalah tujuan utama dari audit klinis, membuat perubahan!

          Re-Audit atau audit ulang
            Untuk mengetahui apakah perubahan itu telah terjadi atau belum, perlu adanya re-audit, yang bertujuan untuk melihat dan membandingkan keadaan saat pertama kali di audit dan kali kedua diaudit.
            Keenam proses di atas,s ebenarnya merupakan sebuah siklus, setelah reaudit, akan muncul pemikiran kembali untuk memilih topik baru, begitu seterusnya.

            Memang, tidak mudah dalam melangsungkan audit klinis ini. Namun, cobalah kita tengok manfaat dari audit klinis ini, karena tujuannya adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan, maka audit klinis ini perlu dilaksanakan secara berkala sebagai bagian dari proses monitoring dalam pelayanan kesehatan. Untuk siapa? Untuk kebaikan kita bersama tentunya.

            Dan satu hal yang saya syukuri bahwa ternyata saya mempelajari audit klinis ini di bangku kuliah. Bayangkan saja, jika tidak, itu berarti untuk mendapatkan ilmu di atas saya harus mengikuti semacam workshop dan tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Betapa beruntungnya saya^^

            Sumber:
            ·         Lecture notes on Briefing for Clinical Audit Practical Sessions. Prof.dr. Adi Utarini, MPH, M.Sc, Ph.D
            ·         Principle of Best Practice in Clinical Audit. National Institute for Clinical Excellence

            Tidak ada komentar:

            Posting Komentar