Kamis, 25 November 2010

Kedokteran : Ilmu Sekaligus Seni


 “Medicine is the science and art dealing with the maintenance of health
 and the prevention, alleviation, or cure of disease”

Meriam Webster Dictionary

Sore ini, tiba – tiba saja saya teringat oleh salah satu definisi dunia kedokteran sebagai cabang ilmu dan juga seni, seperti yang didefinisikan dalam kamus Meriam Webster: Kedokteran adalah ilmu dan seni yang berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan, pengentasan, atau menyembuhkan penyakit.

Kalau definisi kedokteran sebagai ilmu atau science, saya rasa semua orang bisa menerima dengan cukup jelas.  Ada banyak definisi tentang ilmu. Salah satu definisi ilmu menurut Harsojo, Guru Besar Antropologi, Universitas Padjajaran, ilmu dapat dimaknai sebagai akumulasi pengetahuan yang telah disistematisasikan. Sebagai ilmu, kedokteran juga telah memenuhi sifat – sifat keilmuannya seperti:

  • Berdiri secara satu kesatuan
  • Tersusun secara sistematis,
  • Ada dasar pembenarannya (ada penjelasan yang dapat dipertanggung jawabkan disertai sebab-sebabnya yang meliputi fakta dan data),
  • Mendapat legalitas bahwa ilmu tersebut hasil pengkajian atau riset.
  • Communicable, ilmu dapat ditransfer kepada orang lain sehingga dapat dimengerti dan dipahami maknanya.
  • Universal, ilmu tidak terbatas ruang dan waktu sehingga dapat berlaku di mana saja dan kapan saja di seluruh alam semesta ini.
  • Berkembang, ilmu sebaiknya mampu mendorong pengetahuan-pengatahuan dan penemuan-penemuan baru. Sehingga, manusia mampu menciptakan pemikiran-pemikiran yang lebih berkembang dari sebelumnya.

Sedangkan definisi kedokteran sebagai seni mungkin memunculkan pertanyaan bagi anda.Dulu, sayapun bertanya – tanya, saya diperkenalkan pada istilah ini ketika saya masih menjadi mahasiswa tahun pertama. Karena saya menganggap bahwa diri saya masih kecil dan belum tahu apa – apa kala itu, maka saya memilih untuk tidak mempertanyakan dan mengiyakan saja, telan mentah – mentah.

Sekarang, saya sudah memasuki tahun ke empat pendidikan dalam ilmu kedokteran ini. Perlahan saya mulai mengerti mengapa ilmu kedokteran juga merupakan seni. Seturut pemahaman saya, seni merupakan bentuk ekspresi jiwa. Ekspresi jiwa setiap orang berbeda – beda dan juga bervariasi dari waktu ke waktu. Begitu juga yang terjadi dalam dunia kedokteran. Ada berbagai interaksi di dalamnya yang terus berubah – ubah. Dinamis. Salah satu seni dalam dunia kedokteran yang dapat dengan jelas saya amati adalah seni dalam berkomunikasi. Seni dalam berkomunikasi ini memang kedengarannya sederhana, namun nyatanya memiliki peranan penting dalam dunia medis. bahkan, sampai ada yang berani mengatakan bahwa seorang dokter yang mahir, seharusnya sudah dapat 80% mendiagnosis penyakit pasien hanya melalui history taking/ anamnesis (tanya jawab riwayat kesehatan). Sedangkan pemeriksaan laboratory dan penunjang lainnya hanya bersifat konfirmatif, atau hanya untuk memastikan saja.

Seni komunikasi ini sering kali muncul ketika seorang dokter mencoba untuk menggali informasi  tentang riwayat penyakit (anamnesis) dari pasien. Menurut apa yang saya pelajari, seorang dokter, sebaiknya memulai pertanyaan dengan open ended question. Jenis pertanyaan ini diyakini dapat menggali informasi lebih banyak dari pasien. Bagaimana open ended question itu? Baik, akan coba saya beri contohnya, sebagai berikut:

“Selamat pagi bapak, ada yang bisa saya bantu pak? Ada masalah kesehatan apa, sehingga bapak datang kemari?”

Dengan tipe pertanyaan yang demikian,seorang pasien akan lebih leluasa dalam memberikan penjelasan atau keterangan kepada sang dokter. Coba, bandingkan dengan tipe pertanyaan tertutup (closed questions) sebagai berikut:

“Selamat pagi bapak. Apakah bapak sakit? “

Tipe pertanyaan closed question ini lebih mengarahkan pasien untuk menjawab dengan jawaban ya dan tidak saja, sehingga informasi yang digali lebih terbatas dan terkesan interogatif.



Akan tetapi, seperti yang sudah saya sampaikan di atas, tipe pertanyaan open ended question hanya digunakan dalam awal penggalian riwayat penyakit. Pada akhirnya, tipe pertanyaan open ended question akan mengerucut menjadi closed questions, contohnya:

Dokter  : “Selamat pagi bapak. Ada yang bisa saya bantu pak? Ada masalah kesehatan apa sehingga bapak datang kemari?”
Pasien   : “Begini dok, perut sebelah bawah kanan saya rasanya kok sakit ya? Rasanya itu seperti tidak enak dok, apalagi badan saya juga panas. Jadi aktivitas saya semua terganggu.”
Dokter : “Maaf bapak, apakah sakitnya bermula dari daerah sekitar pusar lalu pindah ke kanan bawah?”
Pasien   :” Iya dok”

Dari percakapan di atas dapat kita lihat bahwa ternyata untuk melakukan tanya jawab, kita harus memiliki seni komunikasi yang baik, dengan menyiapkan pertanyaan yang bersifat non directive question (seperti pada open ended question) dan juga directive question (seperti pada closed ended question) guna memperoleh data yang cukup untuk mendiagnosis pasien.

Tidak hanya digunakan dalam tanya jawab riwayat penyakit, seni berkomunikasi juga diterapkan ketika si dokter hendak memberikan edukasi penyakit dan pengobatan terhadap pasien. Sebagai contoh, seseorang merasakan nyeri sendi yang hebat karena ada peradangan di persendian (Osteoarthritis), berdasarkan ilmu, si dokter dapat memberikan ibuprofen (Non steroidal anti inflammatory drug/ NSAID) untuk si pasien. Prosedur tersebut dibenarkan. Tapi, perlu kita ketahui bahwa obat – obatan NSAID, dapat menimbulkan luka pada lambung (gastric ulcer).Andaikan pasien tau dan menterjemahkannya secara mentah – mentah, maka dia mungkin memilih untuk tidak meminum obat tersebut karena takut perutnya bermasalah.

Untuk itu, kita perlu menggabungkan sisi keilmuan medis dengan seni berkomunikasi.Untuk mencegah efek negatif ibuprofen, kita dapat mengedukasi pasien, misalnya dengan kalimat berikut:

“Bapak, obat ini diminum 3 kali sehari, namun hanya diminum bila diperlukan saja, ketika Bapak merasakan sakit, kalau sudah tidak sakit ya tidak perlu diminum. Lalu, jangan lupa bahwa sebelum minum obat ini, bapak harus makan terlebih dahulu, supaya makanannya itu bisa jadi “alas” untuk menerima obat. Begitu, Pak. Apakah ada yang ingin ditanyakan?”

Seninya adalah ketika seorang dokter harus menerjemahkan bahasa medis ke dalam bahasa sehari – hari yang mudah dipahami oleh pasien. Bayangkan, apabila si dokter tetap bersikukuh dengan keilmuan medis, maka mungkin percakapan di atas akan berubah menjadi seperti ini:

“ Bapak, ini obat s.p.r.n (signa pro renata), signa 3.d.d ya pak, jangan lupa diminum ante coenam, kalo tidak, nanti bapak kena gastric ulcer lho. Bisa dimengerti kan pak?”

Padahal apa yang dikatakan dokter ini tidak dapat dipahami oleh pasien. Saya ambilkan contoh lain, sekalipun telah menggunakan bahasa yang dapat dipahami pasien, terkadang variasi pasien menuntut seorang dokter untuk dapat berekspresi berbeda pula. Bayangkan ketika yang datang adalah seorang pasien yang sudah tua, datang sendirian, sudah pikun, dan mengalami penurunan fungsi pendengaran. Apa yang harus dilakukan dokter? Dokter tetap harus menjelaskan ke pasien tentang cara minum obat, mungkin dengan suara yang lebih keras, namun tetap harus sopan. Kemudian untuk mencegah agar pasien tidak lupa, dokter dapat menuliskan cara minum obat dalam selembar kertas yang nantinya dibawa oleh pasien (atau biasanya juga dituliskan di kantung obat).


Seni komunikasi mungkin hanya sebagian contoh aplikasi seni dalam dunia kedokteran. Namun yang ingin saya tekankan disini, seni itu tidak terpisahkan dari sisi keilmuannya. Seni yang diterapkan juga harus berdasarkan dasar ilmu yang kuat.Nah, sekarang bagaimana menurut anda, setujukah anda dengan definisi kedokteran sebagai ilmu sekaligus seni? J

Sumber:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar